
Ekosistem mangrove merupakan sumber daya alam penting yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan lingkungan. Keanekaragaman hayati yang terkandung dalam hutan mangrove menjadi sumber pangan, bahan baku industri, hingga obat-obatan, sekaligus berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekologi pesisir.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2018), terdapat sekitar 26.000 desa yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan. Kondisi ini menegaskan bahwa keberadaan hutan, termasuk mangrove, sangat berkaitan erat dengan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Namun, tekanan terhadap ekosistem akibat deforestasi dan degradasi hutan terus meningkat, sehingga mendorong perlunya pengakuan atas hak-hak masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam secara inklusif.
Kabupaten Kubu Raya menjadi salah satu wilayah dengan hutan mangrove terluas di Kalimantan Barat, yakni mencapai ±129.308 hektar. Namun, meningkatnya tekanan terhadap wilayah pesisir dan perairan sekitarnya menimbulkan risiko kerusakan bahkan kehilangan potensi sumber daya di beberapa desa pesisir. Pengelolaan yang berkelanjutan menjadi kunci utama dalam menjaga keberlangsungan fungsi ekosistem mangrove di wilayah ini.
Menjawab tantangan tersebut, kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan. Keterlibatan pemangku kebijakan, sektor swasta, perguruan tinggi, LSM, serta masyarakat lokal menjadi syarat mutlak dalam merumuskan dan menjalankan rencana aksi yang efektif dan adaptif demi mendukung pemanfaatan mangrove secara lestari