
Kegiatan koordinasi pengelolaan Areal Bernilai Konservasi Tinggi (ABKT) di Kalimantan Barat berlangsung dengan melibatkan berbagai pihak. Hadir dalam kegiatan ini BAPPEDA, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perkebunan dan Peternakan, serta Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata. Selain itu, kegiatan ini juga diikuti oleh Ketua Forum KPH Provinsi Kalimantan Barat, BAPPEDA, Dinas Perkebunan, dan Dinas Lingkungan Hidup dari seluruh kabupaten/kota. Dukungan akademisi dari Universitas Tanjungpura dan sejumlah NGO seperti Yayasan Tropenbos Indonesia, WWF, Rainforest Alliance, dan Yayasan Planet Indonesia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam pengelolaan kawasan konservasi di luar hutan lindung.
Kegiatan ini merujuk pada Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan Berkelanjutan, yang mewajibkan setiap pemegang izin usaha mengalokasikan minimal 7 persen dari luas areal usaha sebagai kawasan konservasi. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga telah membentuk Tim Verifikasi Areal Konservasi melalui SK Gubernur Nomor 1411/LHK/2022 serta menetapkan Rencana Kerja Daerah FOLU Net Sink 2030 untuk mendukung pengurangan emisi karbon. Upaya ini diperkuat dengan penyusunan Peta Indikatif ABKT sebagai panduan pengelolaan konservasi di luar kawasan hutan lindung dan konservasi resmi.
Hasil perjalanan dinas menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Barat telah bergerak untuk menetapkan kawasan keanekaragaman hayati tinggi dan lokasi ABKT di wilayah masing-masing. Pemerintah daerah juga diimbau untuk menyampaikan kepada pemegang izin usaha perkebunan sawit agar memenuhi kewajiban mengalokasikan 7 persen arealnya sebagai kawasan konservasi. Pentingnya penetapan ABKT tidak hanya untuk menjaga kelestarian flora, fauna, dan ekosistem, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologi bagi masyarakat setempat, termasuk pengendalian hama, penyediaan air bersih, serta mitigasi risiko bencana alam.
Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Kabupaten Kubu Raya akan berkoordinasi dengan perangkat daerah teknis untuk memastikan implementasi Perda No. 6 Tahun 2018, khususnya dalam penetapan 7 persen areal konservasi pada izin usaha perkebunan sawit. Langkah ini diperkuat dengan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah memasukkan Areal Konservasi Gunung Ambawang, Gunung Bekantan, dan Muara Kubu sebagai bagian dari perlindungan lingkungan di tingkat daerah. Seluruh kebijakan ini diharapkan mampu mendukung keberlanjutan lingkungan sekaligus menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan konservasi di Kalimantan Barat.